SAKATIGA, 20 APRIL 2016. Santri Kelas XII Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Raudhatul Ulum mulai melaksanakan salah program yang rutin dilakukan oleh setiap santri akhir tahun,Amaliyah Tadris namanya, di masyarakat umum sering disebut Micro Teaching atau Praktikum Mengajar. Namun, ada salah satu nilai plus (added value) Amaliyah Tadris yang sejauh ketahui tidak ada dalam Micro Teaching yang umumnya kita kenal, yaitu terletak pada bahasa pengantar yang digunakan. Bahasa pengantar yang digunakan dalam proses Amaliyah Tadrisadalah bahasa Arab dan bahasa Inggris, begitupun yang tertulis dalam I’dad Tadris (Teaching Preparation) atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) juga Bahasa Arab dan bahasa Inggris. Bahasa Arab untuk mata pelajaran selain bahasa Inggris, dan bahasa Inggris khusus untuk mata pelajaran bahasa Inggris.
Meskipun kegiatan ini secara umum dipahami sebagai pembekalan metodologi pengajaran, baik secara teoritis maupun praktis, namun hakikat kegiatan ini bukan bertujuan untuk menjadikan semua santri/alumni Madrasah aliyah RU menjadi guru, kerangka pemahaman semacam ini tentu saja sangat sempit dan pragmatis, meskipun hal itu tidaklah salah. Akan tetapi, Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga memiliki idealisme pendidikan yang jauh lebih dari kedua hal tersebut. Idealisme yang dimaksud adalah ghiroh atau spirit yang terkandung dan hendak diraih dari proses Amaliyah Tadris ini. Sedikitnya kami menangkap 4 spirit yang hendak ditransformasi oleh pondok pesantren yaitu:
- Menumbuhkan kembangkan ghiroh/spirit keguruan
- Menumbuhkan ghiroh/spirit berbagi ilmu pengetahuan
- Menumbuhkan ghiroh/spirit Tafaqquh Fil ‘ilmi
- Mematangkan skill bahasa Arab dan bahasa Inggris
Keempat hal inilah yang kami sebut sebagi “Nilai Intrinsik Amaliyah Tadris”; Nilai-nilai terdalam, idealisme dan spirit yang memiliki kedalaman nilai filosofis . Kelima nilai ini bersifat universal, available dalam ranah profesi apapun, dan selayaknya mengakar dalam setiap jiwa manusia.
Takwil Nilai Intrinsik
‘Spirit keguruan’ adalah spirit memberikan tauladan, sebagaimana Ki Hajar Dewantara mengungkapkan bahwa Guru adalah sosok yang pantas digugu dan pantas ditiru. Dengan spirit ini diharapkan setiap alumni Madrasah Aliyah RU mampu memposisikan dirinya sebagai guru dalam kehidupan priibadinya, keluarganya, lingkungan masyarakatnya, lingkungan kerjanya, dan di seluruh lingkungan tempat dia hidup. Sehingga kelak mereka menjadi pribadi yang mampu memancarkan sinar ketauladanan bagi lingkungannya.
‘Spirit berbagai ilmu’ adalah komitmen untuk terus berbagi pengetahuan, komitmen untuk terus menyebarkan dan memasyarakatkan ilmu pengetahuan, spirit untuk terus mengajak orangngeprih ilmu (menuntut ilmu). Dalam kehidupan bermasyarakat, spirit ini penting, karena ilmu adalah perangkat lunak peradaban, masyarakat yang cinta ilmu adalah masyarakat yang berhak merebut peradaban, kemajuan dan kemakmuran. Namun, upaya berbagi ilmu memerlukan metodologi, strategi dan wawasan agar dalam prosesnya tidak terhambat karena ‘kesalahan cara’ saat berbagi ilmu. Karena itu, Amaliyah Tadris mengajarkan para santri tentang metodologi dan strategi berbagi ilmu (mengajar). Jadi, hakikat dari pengajaran metodologi mengajar dalam Amaliyah Tadris adalah metodologi dan strategi dakwah.
‘Spirit Tafaqquh Fil’ ilmi’ adalah spirit untuk terus mendalami ilmu, spirit long life education (belajar sepanjang hayat). Karena untuk dapat berbagi ilmu, seorang yang memiliki spirit berbagi ilmu mesti juga memenuhi dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan, agar nilai dan kebenaran ilmu yang diajarkan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan membawa kebaikan hidup dunia akhirat.
Skill bahasa Arab dan Inggris santri pun diharapkan akan termatangkan melalui proses amaliyah ini, karena dalam prosesnya absolutely menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Ada 3 ranah yang lebih banyak terasah dalam proses ini, yaitu speaking (kalam) , writing (kitabah), dan listening (simaa’). Para peserta yang tidak mendapat giliran menjadi Mudarris (pengajar) akan menjadi muntaqid/corrector yang mengasses atau menilai proses mengajar yang dilakukan oleh rekannya. Saat merecord seluruh kegiatan belajar mengajar (KBM) temannya, seorang muntaqid menuliskannya dengan bahasa Arab (untuk materi selain bahasa Inggris) dan dengan bahasa Inggris (untuk materi bahasa Inggris). Setelah proses amaliyah selesai, seorang mudarris akan berkumpul dengan para muntaqid di bawah arahan musyrif (supervisor) untuk merangkum dan mendiskusikan berbagai kesalahan yang terjadi saat proses amaliyah berlangsung. Dalam proses diskusi tersebut bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab atau bahasa Inggris. Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwaAmaliyah Tadris ini akan lebih mematangkan kemampuan bahasa Arab dan Inggris para santri. Penulis pikir kita semua sepakat bahwa bukanlah hal yang mudah untuk mengartikulasikan secara menyeluruh berbagai fakta kesalahan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan bahasa Arab dan Inggris. Maka, dalam kegiatan ini kemampuan bahasa Arab dan Inggris para santri akan tereksplorasi secara mendalam.