Oleh : Nurdin Sarim
Salah satu ajaran agung Islam adalah akhlak. Rasulullah sendiri adalah al Quran dan Islam berjalan. Penerap ajaran Islam paripurna. Sejatinya, apa yanga diperintahkan Allah pada Rasulnya, semuanya bermuatan akhlak. Dengan kata lain, akhlak dalam Islam bersumber pada ajaran agama, semisal sholat, zakat, puasa, haji. Sehingga pribadi beliau, menjadi pribadi terbaik.
Kebaikan budi pribadi itu kemudian menarik banyak orang untuk mengikuti langkah dakwahnya. Sebagaimana yang terjadi dengan Umat bin Khottob, Ibnu Thufail, dan banyak lagi.
Tufhail sendiri pernah dipropokasi kaumnya, untuk tidak mendengarkan apa yang disampaikan Rasulullah, bahkan menyumpal telinganya dengan kapas. Tetapi sikap penasarannya akhirnya menyingkap kebaikan dan kehebatan al Quran yang dibawa Rasulullah, lalu memeluk Islam.
Hal serupa juga terjadi pada kepala suku itu, datang pada Rasul lalu meminta kambingnya. Rasulullah lalu berkata “Di belakang bukit itu ada kambing-kambingku, silahkan ambil sesukamu.” Jawaban Rasulullah itu membuka mata hatinya, lalu datang pada kaumnya dan menyeruh mereka untuk memeluk agama Islam, sambil berkata “Masuklah ke dalam agama Muhammad, sesungguhnya saat ia memberi, ia tidak takut muskin.”
Hal yang lain juga terjadi pada si Yahudi tuna netra miskin, di pinggiran pasar itu, si Yahudi kemudian masuk Islam, karena kebaikan Rasul padanya, tetap memberinya makan walau ia caci-maki.
Inilah akhlak Rasulullah, akhlak yang bersumber pada al Quran dan pribadi bersih beliau. Ajaran akhlaknya kasat mata, bisa ditiru oleh siapa saja.
Akhlak dan ajaran Rasul inilah kemudian yang dilestarikan oleh kyai dan pesantrennya. Para kyai mengajarkan akhlak pada santrinya dengan metode ketauladanan, memberi contoh dan mengarahkan. Hingga apa yang diajarkan terserap dengan mudah. Dan lambat laun menjadi kebiasaan santrinya.
Akhlak itu adalah kebiasaan/tabiat, kebiasaan yang terbentuk secara spontan, tanpa pikir lagi, terjadi secara otomatis. Akhlak itu tidak dibentuk oleh dialog jiwa. Jika terjadi dialog dalam jiwa tentang suatu tindakan, maka ia gagal. Akhlak itu keadaan jiwa yang terhujam kuat ke dalam jiwa, untuk melakukan sesuatu dengan segera, tanpa dialog jiwa tadi.
Hal semacam itulah yang terus dijaga kyai dan pesantrennya, menumbuh kembangkan kekuatan jiwa baik santrinya, sehingga menjadi pribadi baik sebagaimana pribadi Rasulullah. Jika para sahabat belajar pada Rasul, para santri belajar pada kyainya.
Suritauladan dan bimbingan kyai itulah yang kemudian membuat santrinya menjadi pribadi manusiawi, ucapan dan tindakan selalu untuk muliakan manusia dan kemanusiaan.
Di pesantren pelajaran akhlak tidak selalu diajarkan formal di dalam kelas. Ia tidak berwujud bahan ajar, kurikulum, target-target absurd, dan jam pelajaran formal. Tapi kyai dan pembantunya di pesantren, menanamkan akhlak itu di seluruh mata pelajaran yang ada. Seluruh pelajaran targetnya adalah akhlak itu. Sehingga, selesai pembelajaran, para santrinya diharapkan dapat berakhlak dalam keadaan apa saja dan di mana saja, profesinya.
Akhlak itu penting dalam kehidupan muslim, mukmin. Karena ia salah satu hal yang memasukan manusia pada rahmat Allah. Orang yang paling dekat dengan Rasul di akhirat adalah orang yang paling baik akhlaknya. Oleh karena itulah Rasul mengajarkan untuk terus berdoa, suapaya terhindar dari prilaku, akhlak yang buruk.
Kekuatan dan keuletan serta tauladan para kyai dan pesantrennya dalam menanamkan akhlak, menarik banyak orang untuk datang ke Pesantren, sebagaimana yang dilakukan si Jubah putih rasa Inggris itu. Ia datang dari jauh, untuk sekedar ikut dzikir dalam haul kyainya. Baginya, kyai itu telah mengajarkan banyak hal padanya, termasuk akhlak, kasih sayang padanya. Baginya, kyainya sebaik orang tuanya.
Ini petanda bahwa ajaran kyai dan pesantrennya masih menjadi rujukan banyak orang dalam menanamkan budi pekerti dan akhlak mulia. Maka inilah yang harus kita jaga, dan kita sudah menerapkan itu, naik tidaknya santri ke jenjang berikutnya adalah baik buruknya prilaku, akhlaknya.
Kita juga bersyukur, perjuangan kita selama ini sudah didukung banyak orang, termasuk pemerintah dengan revolusi mentalnya dan juga DPR dengan amandemen undang-undang dasar 1945.
Saat ini orang benar-benar mencari lembaga pendidikan yang menyeimbangkan antara pengetahuan dan moral anak didiknya, dan itu ada di Pesantren. Karena pesantren menanamkan akhlak, budi pekerti tanpa jalur formal, kurikulum dan peraturan mengikat lainnya. Tapi pesantren mengaharkan jiwa baik itu dengan tauladan, pengarahan, dan juga bimbingan, di seluruh sektor kehidupan. Maka tidak heran saat banyak orang studi banding ke luar negeri, lalu dikatakan pada mereka “Di negara tuan, ada model pendidikan terbaik, dan itulah sistem pendidikan pesantren.”
Allahu’alam